Sabtu, 24 Desember 2016

Sudah Globalisasi, Aje Buta Aksara, Geh


Pada masa modern ini, tentunya Kita sudah tidaklah asing lagi dengan kata Globalisasi. Globalisasi atau Globalization merupkan suatu keadaan hubungan social secara mendunia dimana orang tidak terikat oleh Negara atau batas-batas wilayah. Secara sederhananya, globalisasi adalah suatu keadaan dimana individu dapat terhubung dan dapat saling tukar menukar informasi dimanapun dan kapanpun melalui media elektronik maupun cetak. Globalisasi tentunya mempunyai dampak positif dan negative, positifnya yaitu mempermudah masyarakat untuk mengakses hal apapun dan negatifnya yaitu masyarakat dituntut untuk selalu siap dalam menyambut globalisasi yang kenyataannya justru berbanding terbalik. Kondisi yang demikian menuntut terciptanya individu yang tidak hanya mampu beradaptasi, akan tetapi juga dapat berperan penting didalamnya
Jika kita melihat kenyataan, di Indonesia, lebih tepatnya di Provinsi Banten, Bagian paling barat Pulau Jawa, menurut BPS tahun 2013 tercatat warga buta huruf sekitar 1,9 persen dari total jumlah penduduk, yaitu sebesar 11.252.878 Jiwa. Buta huruf atau buta aksara adalah mereka yang tidak dapat membaca, menulis, secara sederhana untuk keperluan sehari-hari. Data tersebut menandakan bahwa masyarakat Banten belum siap dengan adanya globalisasi. Padahal, melek huruf merupakan dasar pengetahuan untuk memperoleh berbagai informasi. Dengan membaca, masyarakat dapat mempermudah untuk meningkatkan dirinya. Jadi, Aje Buta Aksara, geh.
Pemerintah sendiri mempunyai berbagai upaya untuk mengurangi angka penyandang buta aksara di Indonesia. Mengapa Buta Aksara harus diminimalisir? Karena dengan minimnya tingkat buta ksara di Indonesia maka akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat agar tidak tertinggal dengan Negara lain dan dapat beradaptasi dengan perkembangan arus globalisasi. Namun, upaya penanggulangan buta aksara tidak dapat langsung dilaksanakan karena memerlukan waktu dan perencanaan program yang tepat. Banyak solusi yang sudah dirumuskan oleh pemerintah seperti melalui jalur pendidikan yang mewajibkan belajar 12 tahun, pembelajaran KF (Keaksaraan Fungsional), beasiswa bagi siswa yang kurang mampu, dan lain-lain. Namun, mengapakah Tingkat buta aksara masyarakat Indonesia masih dibilang cukup tinggi?
Berdasarkan sebuah penelitian, orang-orang yang menyandang buta aksara lebih tertinggal dan lebih terbelakang daripada orang-orang pandai dan bisa membaca. Oleh karena itu, kita harus sadar bahwa pemberantasan buta huruf merupakan tanggung jawab bersama agar dapat keluar dari zona terbelakang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar