Hampir setiap orang yang lahir di awal abad 21 ini merasakan
sesuatu yang kurang dalam hidupnya. Mereka merasa, bahwa mereka tidak dapat
hidup, jika tidak mendapat pengakuan dari masyarakat. Mereka merasa, bahwa
mereka tidak bisa bahagia, jika tidak memiliki uang banyak untuk membeli
barang-barang. Perasaan kurang semacam ini menghantui begitu banyak orang,
hampir sepanjang hidupnya.
Orang menyebutnya dengan berbagai kata. Ada yang bilang,
mereka mencari kebahagiaan. Ada yang bilang, mereka mencari makna di dalam
hidupnya. Ada pula yang bilang, mereka mengalami krisis tujuan hidup. Semua
menunjuk pada satu keadaan, yakni rasa kurang yang bercokol di dalam batin.
Mereka lalu mencari cara, guna mengisi kekosongan batin
tersebut. Mereka pun melihat ke luar dirinya. Narkoba, seks, agama, mistik dan
konsumtivisme menjadi alternatif. Namun, semuanya tetap tak bisa mengisi
kekosongan batin yang ada. Penderitaan pun berlanjut.
Di dalam proses pencarian, ketika keadaan telah menjadi
sedemikian rumit, mereka tak segan menyakiti orang lain. Untuk mempertahankan
gaya hidup konsumtif, sebagai pelarian dari kekosongan batin yang dirasakan,
orang bersedia korupsi. Bahkan, orang bersedia membunuh orang lain, supaya ia
bisa merasakan kepuasan sementara. Dunia pun dipenuhi dengan orang-orang yang
menderita secara batiniah, dan kemudian saling menyakiti satu sama lain.
Inilah yang sekarang ini terjadi di dunia. Russia mengira,
bahwa mereka akan menjadi bangsa besar, ketika mereka menguasai Ukraina, atau
bahkan menguasai berbagai negara satelit bekas Uni Soviet di masa lalu. ISIS
mengira, bahwa mereka bisa mendirikan kerajaan model abad pertengahan, jika
mereka terus menyiksa dan membunuh orang-orang yang tak bersalah. Semuanya
hidup dalam kesalahpahaman mendasar, bahwa mereka bisa mendapatkan kepenuhan
hidup dengan mencari kepuasaan dari benda-benda di luar dirinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar