Cara berpikir ini juga didorong oleh delusi lainnya, yakni
delusi keterpisahan manusia. Salah satu racun paling mematikan dari filsafat
barat adalah pandangan, bahwa manusia adalah mahluk individualistik yang
terpisah dari manusia lainnya, dan juga terpisah dari alam. Pandangan ini
menyebar begitu luas ke berbagai negara di dunia melalui proses kolonisasi atau
penjajahan di masa lalu, dan proses globalisasi di masa sekarang. Media cetak
dan elektronik (terutama internet) berperan besar di dalam menyebarkan
pandangan ini.
Delusi keterpisahan manusia ini juga menjadi akar dari
segala bentuk diskriminasi. Bangsa-bangsa tertentu merasa terpisah dari
bangsa-bangsa lainnya. Mereka merasa lebih tinggi derajatnya daripada
bangsa-bangsa lainnya. Ini lalu mendorong penjajahan politik dan ekonomi dari
beberapa negara atas negara-negara lainnya. Ini juga menjadi akar dari
perbudakan, rasisme, fasisme dan penjajahan atas minoritas di berbagai negara.
Namun, kekosongan batin tetap ada. Orang bisa menjajah dan
menguasai orang lainnya. Namun, ia tetap akan merasa menderita di dalam
hatinya. Delusi keterpisahan manusia mendorong orang masuk ke dalam kesepian
dan kekosongan batin yang lebih dalam, walaupun ia memiliki uang, kekuasaan,
nama besar dan beragam barang mewah lainnya.
Untuk mengisi kekosongan batinnya, orang juga menghancurkan
alam. Hutan dibabat untuk membangun perumahan mewah. Gunung diratakan untuk
memperoleh emas. Manusia juga lalu melihat dirinya sebagai sesuatu yang
terpisah sekaligus lebih tinggi dari alam dan semua mahluk hidup lainnya. Ia
merasa punya hak untuk menguasai dan menghancurkan semuanya, guna memenuhi
keinginan dan kerakusannya.
Ketika alam rusak, maka seluruh kehidupan terancam. Hewan
punah. Hutan dan berbagai sistem ekologi alamiah lainnya juga hancur, akibat
ulah manusia. Di dalam keadaan semacam ini, manusia justru semakin dalam
terjebak dalam rasa takut, kesepian dan penderitaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar