Mengenai Wujud Tuhan, Ibnu Sina
memiliki pendapat yang berbeda dari Ibnu Farabi. Ibnu Sina bahwa Akal Pertama
mempunyai dua sifat; sifat wajib wujudnya, sebagai pancaran dari Allah, dan
sifat mungkin wujudnya jika ditinjau dari hakekat dirinya (wajibul Wujudul
Lighairi dan Mumkinul Wujudul Lidzatihi. Dengan demikian ia mempunyai tiga
obyek pemikiran: Tuhan, dirinya sebagai wajib wujudnya dan dirinya sebagai
mungkin wujudnya. Dari pemikiran tentang Tuhan, timbul akal-akal, dari
pemikiran tentang dirinya sebagai wajib wujudnya timbul jiwa-jiwa dan dari
pemikiran tentang dirinya sebagai mungkin wujudnya timbul langit-langit.
Walaupun Ibnu Sina memiliki
pandangan yang berbeda dari akal, namun ada pendapat Ibnu Sina yang sama dengan
al-Farabi, tentang wujud Tuhan bersifat emanasionistis. Perkataannya dari
Tuhannlah Kemaujudan Yang Mesti mengalir Inteligensi pertama, sendirian karena
hanya dari yang tunggal, yang mutlak, sesuatu dapat mewujud. Akan tetapi, sifat
inteligensi pertama itu tidak selamanya mutlak satu, karena ia bukan ada
dengan sendirinya, ia hanya mungkin, dan kemungkinannya itu diwujudkan oleh
Tuhan. Berkat kedua sifat itu, yang sejak saat itu melingkupi seluruh ciptaan
di dunia, inteligensi pertama memunculkan dua kemaujudan, yaitu: pertama,
Inteligensi kedua melalui kebaikan ego tertinggi dari adanya aktualitas. Kedua,
lingkup pertama dan tertinggi berdasarkan segi terendah dari adanya kemungkinan
alamiahnya.
Dua proses pemancaran ini berjalan
terus menerus sampai kita mencapai inteligensi kesepuluh yang mengatur dunia
ini, oleh sebab demikian banyak para filsafat Muslim yang disebut
”Malaikat Jibril”. Nama ini diberikan karena ia memberikan bentuk atau
”memberitahukan” materi dunia ini, yaitu materi fisik dan akal manusia. Oleh
karena itu, ia juga disebut ”pemberi bentuk”.
Menurut Ibnu Sina, bahwa Tuhan, dan
hanya Tuhan saja yang memiliki wujud Tunggal secara mutlak. Sedangkan segala
sesuatu yang lain memiliki kodrat yang mendua. Karena ketunggalannya, apakah
Tuhan itu, dan kenyataan bahwa ia ada, bukanlah dua unsur dalam satu wujud,
tetapi satu unsur anatomik dalam wujud yang Tunggal. Tentang apakah Tuhan itu
dann hakikat Tuhan adalah identik dengan eksistensi-Nya. Hal ini bukan
merupakan kejadian bagi wujud lainnya, karena tidak ada kejadian lain yang
eksistensinya identik dengan esensinya. Dengan kata lain, seorang suku Eskimo
yang tidak pernah melihat gajah, maka ia tergolong salah seorang yang
berdasarkan kenyataan itu sendiri mengetahui bahwa gajah itu ada. Demikian
halnya, adanya Tuhan adalah satu keniscayaan, sedangkan adanya sesuatu yang
lain hanya mungkin dan diturunkan dari adanya Tuhan, dan dugaan bahwa Tuhan itu
tidak ada mengandung kontradiksi, karena dengan demikian yang lain pun juga
tidak akan ada.
Ibnu Sina dalam membuktikan adanya
Tuhan Yang Maha Esa, Dialah Allah, maka ia tidak perlu mencari dalil dengan
salah satu makhluknya, tetapi cukup dalil adanya Wujud Pertama, yakni ; Wajibul
Wujud. Sedangkan jagad raya ini, yakni mumkinul wujud memerlukan sesuatu sebab
(’illat) yang mengeluarkannya menjadi wujud karena wujudnya tidak dari zatnya
sendiri. Dengan demikian, dalam menetapkan Yang Pertama (Allah, kita tidak
memerlukan perenungan selain terhadap wujud itu sendiri, tanpa memerlukan
pembuktian wujud-Nya dengan salah satu makhluk-Nya. Sebagai pembuktian dari
wacana di atas, al-Qur’an menggambarkannya dalam Surat Fushshilat ayat 53 yang
berbunyi :
سَنُرِيهِمْ
آيَاتِنَا فِي الآفَاقِ وَفِي أَنْفُسِهِمْ حَتَّى يَتَبَيَّنَ لَهُمْ أَنَّهُ
الْحَقُّ أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ
”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
”Kami akan memperlihatkan kepada mereka tanda-tanda (kekuasaan) kami di segala wilayah bumi dan pada diri mereka sendiri, hingga jelas bagi mereka bahwa Al Quran itu adalah benar. Tiadakah cukup bahwa Sesungguhnya Tuhanmu menjadi saksi atas segala sesuatu?”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar