Filsafat adalah ilmu yang berusaha mencari sebab yang
sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu berdasarkan pikiran atau rasio. Hal yang mendorong manusia untuk berfilsafat adalah :
1.
Keheranan
2.
Kesangsian
3.
Kesadaran
akan keterbatasan karena merasa dirinya sangat kecil, sering menderita, dan
sering mengalami kegagalan.
Hal ini mendorong pemikiran bahwa di luar manusia yang
terbatas, pasti ada sesuatu yang tidak terbatas.
Dalam kehidupan, adakalanya kita dapat menggolongkan manusia
kedalam beberapa jenis berdasarkan pengetahuannya, yaitu :
1.
Orang
yang mengetahui tentang apa yang diketahuinya;
2.
Orang
yang mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya;
3.
Orang
yang tidak mengetahui tentang apa yang diketahuinya;
4.
Orang
yang tidak mengetahui tentang apa yang tidak diketahuinya.
Orang dapat memperoleh pengetahuan yang benar apabila orang
tersebut termasuk golongan “satu” dan sekaligus “dua” yaitu Orang yang
mengetahui tentang apa yang diketahuinya sekaligus orang yang mengetahui apa
yang tidak diketahuinya. Dengan demikian maka filsafat didorong untuk
mengetahui apa yang telah kita ketahui dan apa yang belum kita ketahui.
Pengetahuan diperoleh dari rasa ingin tahu, kepastian dimulai dengan rasa
ragu-ragu dan filsafat dimulai dari kedua-duanya.
Tidak semua orang mampu berfilsafat, orang yang akan mampu
berfilsafat apabila memiliki sifat rendah hati, karena memahami bahwa tidak
semuanya akan dapat diketahui dan merasa dirinya kecil dibandingkan dengan
kebesaran alam semesta. Filsuf Faust mengatakan : ”Nah disinilah aku, si bodoh
yang malang, tak lebih pandai dari sebelumnya”. Socrates menyadari kebodohannya
dan berkata “yang saya ketahui adalah bahwa saya tak tahu apa-apa”.
Sifat selanjutnya adalah bersedia untuk mengoreksi diri dan
berani berterus terang terhadap seberapa jauh kebenaran yang sudah
dijangkaunya. Ilmu merupakan pengetahuan yang kita alami sejak bangku sekolah
dasar sampai pendidikan lanjutan dan perguruan tinggi. Berfilsafat tentang ilmu
berarti kita berterus terang kepada diri sendiri mengenai :
1.
Apakah
yang sebenarnya yang saya ketahui tentang ilmu?;
2.
Apakah
ciri-ciri yang hakiki tentang ilmu dibanding dengan yang bukan ilmu?;
3.
Bagaimanakah
saya tahu bahwa ilmu yang saya ketahui memang benar?;
4.
Kriteria
apa untuk menentukan kebenaran?;
5.
Mengapa
kita harus mempelajari ilmu?;
6.
Apakah
kegunaan ilmu itu?.
Befilsafat adalah merenung, orang berfilsafat diibaratkan
seperti seseorang di malam hari yang cerah memandang ke langit melihat
bintang-bintang yang bertaburan dan merenungkan hakekat dirinya dalam lingkungan
alam semesta. Hamlet berkata “Ah Horaito, masih banyak
lagi di langit dan di bumi, selain yang terjaring dalam filsafatmu”. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang pertama yaitu
“menyeluruh”.
Seorang yang picik akan merasa sudah memiliki ilmu yang
sangat tinggi dan memandang oang lain lebih rendah, atau meremehkan pengetahuan
orang lain, bahkan meremehkan moral, agama, dan estetika. Orang yang
berfilsafat seolah-olah memandang langit sembari merenungkan bahwa betapa kecil
dirinya dibandingkan seisi alam semesta, bahwa betapa diatas langit masih ada
langit, dan akhirnya dia menyadari kekerdilan dan kebodohannya. Seperti
Socrates yang berkata ”Ternyata saya tak tahu apa-apa”. Selanjutnya Socrates
berpikir filsafati yakni dia tidak percaya bahwa ilmu yang sudah dimilikinya
itu benar dan bertanya-tanya mengenai apakah kriteria untuk menyatakan
kebenaran?, apakah kriteria yang digunakan tersebut sudah benar?, dan apakah
hakekat kebenaran itu sendiri?. Socrates berpikir tentang ilmu secara mendalam
dan ini merupakan karakteristik berpikir filsafat yang kedua yaitu “mendasar”.
Pertanyaan-pertanyaan tersebut berputar-putar dan melingkar
yang seharusnya mempunyai titik awal dan titik akhir. Namun bagaimana
menentukan titik awal? Akhirnya untuk menentukan titik awal, kita hanya bisa
berspekulasi. Inilah karakteristik berpikir filsafat yang ketiga yaitu
“spekulatif”.
Akhirnya kita menyadari bahwa semua pengetahuan yang
sekarang ada dimulai dari spekulasi. Dari serangkaian spekulasi kita dapat
memilih buah pikiran yang dapat diandalkan yang merupakan titik awal dari
penjelajahan pengetahuan. Dengan demikian lengkaplah 3 karakter berpikir
filsafat yaitu meneyeluruh, mendasar dan spekulatif.
DAFTAR PUSTAKA
Bagus,
Lorens (2002). Kamus Filsafat. Jakarta: Gramedia.
Bakar,
Osman (2008). Tauhid dan Sains. Bandung: Pustaka Hidayah.
Bakhtiar,
Amsal (2004). Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Raja Grafindo.
Berten,
K. (2006). Sejarah Filsafat Yunani. Yogyakarta: Kanisius.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar