Manusia hidup dengan tujuan
di dalam hatinya. Tujuan itu memacunya untuk bangun pagi, dan kemudian bekerja.
Tanpa tujuan, hidupnya terasa hampa. Tujuan yang mengental kuat kerap menjadi
ambisi.
Ia lalu berusaha untuk
mencapai ambisi tersebut. Segala daya upaya dilakukan, supaya ambisi itu
menjadi kenyataan. Di dalam pertarungan politik dan bisnis, cara-cara yang
jahat pun kerap digunakan. Tujuan dan ambisi hidup sering mengaburkan tata
nilai dalam hidup kita.
Ambisi membuat kita hidup
dalam tegangan. Kecemasan dan kegelisahan hidup membayangi hidup orang yang
berambisi. Satu hal yang pasti disini, usaha bisa dilakukan, tetapi hasil tidak
ada yang bisa memastikan. Ketidakpastian ini membuat tegangan di dalam diri
menjadi semakin besar.
Di dalam setiap keputusan,
selalu ada dua kemungkinan, gagal atau berhasil. Kemenangan adalah kemungkinan.
Keberhasilan adalah kemungkinan. Ia bukanlah kemutlakkan, bahkan jika kita
telah mengupayakan segala cara untuk mencapainya.
Kekalahan dan kegagalan juga
suatu kemungkinan nyata. Ia dijauhi. Namun, ia terus menghantui setiap usaha
kita. Ia tak bisa disangkal, walaupun kita mengupaya segala cara untuk
menjauhinya.
Ada satu cerita kecil dari
Cina Kuno. Ketika seorang pemanah memanah tanpa kepentingan dan emosi, ia
memiliki kemampuan tertingginya. Kemungkinan besar, ia akan berhasil. Ketika ia
memanah untuk memenangkan pertandingan, kemampuannya menurun seperempat.
Kemungkinan besar, ia akan gagal memanah targetnya. Ketika ia memanah untuk
mendapatkan hadiah emas dan permata, ia kehilangan seluruh kemampuannya.
Kegagalan adalah kepastian.
Inti dari cerita ini adalah
soal kebebasan di dalam hati. Orang harus berusaha, tanpa emosi dan obsesi akan
keberhasilan di masa depan. Ia harus berusaha, tanpa terpaku pada hasil yang
akan dicapainya di masa depan. Pendek kata, ia harus berusaha dengan kebebasan:
siap menang, dan siap kalah.
Kekalahan adalah “kata”. Ia
adalah label yang kita tempelkan pada suatu peristiwa. Ia bukanlah kenyataan
itu sendiri. Ia adalah tempelan pikiran kita atas pengalaman tertentu.
Begitu pula dengan
kemenangan. Ia juga adalah “kata”. Ia juga adalah label. Ia bukanlah kenyataan
dan ia akan berubah, sejalan dengan perubahan manusia dan masyarakat.
Keduanya sementara dan
semu. Keduanya akan berubah. Keduanya akan datang, dan kemudian pergi. Orang
yang menjadikan kemenangan ataupun kekalahan sebagai tujuan sekaligus obsesi
dalam hidupnya berarti menjalani hidup yang palsu.
Sejatinya, hidup bukanlah
soal menang atau kalah. Ia bukanlah perlombaan. Ia bukanlah pertempuran. Ia
bukanlah pengejaran ambisi. Ia bukanlah usaha untuk menghindari kegagalan atau
kekalahan.
Sejarah manusia juga sudah
membuktikan ini. Pemenang di masa lalu akan kalah di masa kini. Yang kalah di
masa lalu juga akan menang di masa kini, atau di masa depan. Roda hidup
bergerak, tak peduli, siapa yang kalah, siapa yang menang.
Kita tidak boleh sibuk
terfokus pada kalah dan menang. Semuanya adalah semu dan palsu. Kita perlu
belajar untuk melihat apa yang lebih kekal dan lebih dalam dari kekalahan
ataupun kemenangan. Kita perlu untuk “melampaui” kekalahan dan kemenangan.
Apa yang kekal? Yang kekal
adalah kebebasan hati. Kita perlu berusaha menyadari hidup kita, lalu mencapai
kebebasan di dalam hati. Kebebasan ini membuat kita tidak lagi memilih antara
menang atau kalah. Kita juga tidak lagi memilih sakit atau senang, kaya atau
miskin. Kita bebas dari obsesi dan ambisi, sambil terus bekerja mengisi hidup
kita dengan hal-hal yang bermakna.
Siap menang, siap kalah,
itulah tanda kebebasan hati. Tim sepak bola Brazil harus menelan banyak
kekalahan besar di Piala Dunia 2014 lalu. Mereka siap menang, lalu belajar
untuk kalah. Mereka pemenang di masa lalu. Namun, kini, mereka merasakan cecap
kekalahan.
Prabowo telah kalah dan
mengundurkan diri dari Pemilu politik Indonesia 2014 ini. Ia bekerja keras
untuk menang. Ia berambisi dan terobsesi untuk menang. Namun, apakah ia siap
untuk kalah? Apakah ia punya kebebasan di dalam hatinya untuk menjalani
kekalahannya?
Kebebasan dalam hati
membuat orang melampaui menang dan kalah dalam hidupnya. Ia lalu bisa melihat
keadaan hidupnya dengan jernih. Kejernihan ini menghasilkan kedamaian hati.
Hidupnya bahagia. Ia tak lagi gelisah mengejar ambisi, atau takut akan
kegagalan.
Kebebasan dalam hati
membuat kita bisa memutuskan dengan jernih. Kita tidak lagi dikotori oleh
kepentingan maupun ambisi. Kita tidak lagi memiliki emosi negatif yang
mengotori penilaian kita. Kita akan hidup dengan bahagia, dan bisa menjadi
pemimpin yang baik di bidang-bidang yang kita jalani.
Dengan kebebasan hati,
keberhasilan dan kegagalan tidak memiliki arti lagi dalam hidup kita. Kita siap
kalah, siap menang, bahkan siap untuk kehilangan segalanya. Kita siap untuk
segalanya. Hati kita tenang, walaupun dunia seolah terbalik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar