Makna filsafat sesungguhnya adalah berpikir. Artinya
apabila anda sedang berpikir itu artinya anda sedang berfilsafat. Jadi, apapun
yang orang keluarkan dan itu melalui proses berpikir maka itulah filsafat.
Kesimpulannya substansi filsafat adalah “Berpikir”. Sedangkan hidup
adalah waktu dimana manusia bernyawa, tumbuh, dan berkembang. Dan setiap orang
yang hidup pasti mempunyai kehidupan dan setiap kehidupan pasti ada masalah,
dan setiap manusia melewati masalah pasti ada pengalaman, setiap pengalaman
maka ada hikmah yang diambil, dan setiap hikmah yang diambil pasti ada
pendewasaan. Jadi, subtansi dari kehidupan adalah “Kedewasaan”. Dan apabila
anda menanyakan tentang Filsafat kehidupan maka jawabannya adalah “Berpikir Dewasa” atau
dibalik “Kedewasaan Berpikir”. Dari dua kalimat itu walaupun sama hanya
dibalik, tetapi memiliki makna yang berbeda “Berpikir dewasa” dan “Kedewasaan
berpikir”
Ø Berpikir Dewasa
Berpikir dewasa adalah
subtansi dari filsafat kehidupan, tetapi ini terfokus pada kehidupannya
(Kedewasaan). Sebab orang yang dewasa dalam hidupnya, yaitu orang yang dapat
mengambil hikmah dari setiap masalah yang ia hadapi dalam hidupnya.
Berpikir dewasa, yaitu
rasionalitas. Pengertian rasionalitas sendiri adalah singkronisasi antara akal
dan realitas. Artinya orang yang dewasa itu, ia akan menerima sesuatu atau
mengeluarkan sesuatu. Bukan hanya karena sesuatu itu masuk akal, tetapi juga
sesuai dengan kenyataan. Artinya pemikiran dan kenyataan hidup sesuai, bukan
malah bertolak belakang antara teori dengan realitas, ucapan dan tindakan
selaras, sehingga tidak membingungkan dan dapat diterima sebagai suatu
kebenaran, bukan suatu bentuk kesalahan yang menyesatkan, sehingga
ucapan-ucapannya tidak menipu dan selalu membawa kebaikan bagi orang banyak.
Orang pun akan mudah mengerti setiap ucapan dan nasihatnya, karena itu
seseorang yang menggunakan rasionalitas dia bukan hanya bicara saja tetapi dia
juga mempraktekkan dalam kehidupannya. Berpikir rasionalitas sangat berguna bagi seorang
manusia yang sedang mencari solusi dari sebuah masalah, sehingga orang tersebut
akan menemukan lebih banyak lagi pelajaran dan hikmah dari masalah-masalah yang
ia hadapi. Dan mereka dijamin tidak akan seperti Keledai yang jatuh lebih dari
satu kali di dalam lubang yang sama. Berpikir dewasa selalu menempatkan diri
pada solusi permasalahan, bukan selalu mempermasalahkan masalah. Orang yang
dewasa dalam hidupnya ketika sebuah masalah menghantam dirinya, dia akan
berpikir sekuat tenaga untuk mencari solusi permasalahan tersebut. Bukan malah
emosi sehingga yang dilakukan adalah mempermasalahkan masalah. Akibatnya
masalah tidak selesai, tetapi malah memunculkan masalah baru, dan masalah baru
tersebut pun tidak selesai, tetapi malah memunculkan masalah baru lagi, dan
masalah yang baru itu, yang ia hadapi pun tidak selesai, tetapi malah
memunculkan masalah yang lebih baru lagi, dan itu terus-menerus berlangsung
hingga masalah menjadi besar dan kompleks. Ketika masalah tersebut
besar dan membingungkan, dan dirinya pun telah lelah karena masalahnya tidak
selesai-selesai. Barulah ia berpikir untuk mencari solusi dari masalah
tersebut, tetapi itu sudah terlambat dan tidak banyak berpengaruh karena dia
bingung harus mulai dari mana untuk menyelesaikan masalah-masalah yang banyak
dan kompleks tersebut. Itulah kondisi yang terjadi kalau kita selalu
mempermasalahkan masalah, masalah yang kecil awalnya dan dapat diselesaikan
dengan mudah menjadi masalah yang kompleks dan besar. Ketika masalah kecil
tersebut dipermasalahkan (diperbesar) maka untuk menyelesaikannya pun sangat
sulit dan memusingkan, malah kadang-kadang hanya waktu yang bisa menjadi
solusi.
Contoh kecil yang dapat
menggambarkan orang yang mempermasalahkan masalah, misalnya dalam sebuah rapat
kantor atau organisasi. Kebetulan rapat itu berlangsung pada malam hari, ketika
rapat sedang berlangsung tiba-tiba lampu di ruang rapat mati. Ada perbedaan
tindakan antara orang yang selalu mempermasalahkan masalah dengan orang yang
selalu mencari solusi permasalahan, tindakan yang akan dilakukan orang yang
selalu mempermasalahkan masalah adalah, ia akan menggebrak meja sambil berkata.
“Gimana sih panitia masa rapat sepenting
ini lampunya mati apakah panitia tidak punya persiapan yang matang untuk
menghindari hal-hal sepele seperti ini. Dasar panitia gak becus nggak
profesional tidak berpengalaman, goblok. Gara-gara kalian pembicaraan penting
malam ini bisa tertunda dan tidak bisa selesai malam ini, sedangkan kita tidak
punya waktu lagi. Kalau rencana kita gagal kalian lah yang harus bertanggung
jawab!.“
Sedangkan orang yang
selalu menempatkan dirinya pada solusi permasalahan akan melakukan tindak yang
berbeda. Tindakan yang akan dilakukan, yaitu ia akan menanyakan kepada panitia
apa hal yang menjadi penyebab lampunya mati? Kalau lampunya putus maka ia akan
menganjurkan pada panitia untuk membeli lampu baru, kalau penyebabnya dari
aliran listrik maka ia akan menganjurkan untuk memperbaiki sikringnya atau
menyalakan generator sehingga lampunya dapat cepat menyala kembali. Atau ia
akan berinisiatif menggunakan lilin, lampu minyak atau senter, yang penting di
ruangan tersebut dapat dipergunakan cahaya untuk membaca berkas-berkas yang
akan dibacakan sehingga dalam waktu singkat masalah dapat diselesaikan tanpa
harus memunculkan masalah baru yang lebih kompleks dan rumit seperti yang
dilakukan orang yang mempermasalahkan masalah.
Ø Kedewasaan Berpikir
Kedewasaan berpikir ini
terfokus pada pembentukan pola pikir yang dewasa, dan kedewasaan berpikir ini
terdiri dari beberapa point penting. Point yang pertama adalah subjektivitas.
Subjektivitas adalah suatu bentuk kesalahan dalam kedewasaan berpikir.
Pengertian subjektivitas sendiri adalah menyimpulkan suatu kebenaran nyata
hanya dari satu sisi saja. Kesalahan subjektivitas bukan pada subtansi
masalahnya, tapi pada sudut pandang melihat masalah tersebut, sehingga
informasi yang di dapatkan dan dikeluarkan hanya terbatas pada satu sisi
tertentu.
Kesalahan yang sering terjadi akibat
subjektivitas adalah, ketika informasi yang terbatas itu diyakini sebagai
sebuah kebenaran, dan apabila ada kebenaran yang lain dari sudut pandang yang
berbeda sering ditentang bahkan disalahkan oleh orang yang menggunakan
informasi yang subjektive tersebut, sehingga terjadilah benturan-benturan atau
konflik-konflik antara dua belah pihak yang sama-sama meyakini bahwa informasi
merekalah yang paling benar. Padahal konflik-konflik tersebut tidaklah perlu
terjadi kalau mereka melihat sesuatu tersebut secara objektive. Karena yang
sebenarnya terjadi adalah dua-duanya sama benar hanya sudut pandangnya berbeda.
Karena itu dua sudut pandang inilah yang harus kita pahami dan kita jelaskan
sesuatu tersebut secara objektive. Ada contoh kecil yang sering digunakan untuk
memahami objektivitas, yaitu ketika kita melihat angka 6 dari sudut pandang
yang berbeda. Coba menggambar angka 6 di atas tanah, dan posisi angka ini
berhadap-hadapan antara A dan B. Kalau A melihat angka ini dari sudut kanan,
maka A akan menjawab ini angka 6. Akan tetapi, berbeda angka ini kalau dilihat
dari sudut B, angka yang muncul adalah 9. Sekarang saya bertanya antara A
dan B penjelasannya mana yang benar?
Jawabannya, kedua-duanya adalah benar dan
tidak ada yang salah. Coba perhatikan baik-baik kalau kita melihat di luar
sana, banyak orang yang menyibukkan dirinya hanya untuk mempermasalahkan hal
yang sebenarnya tidak perlu dipermasalahkan. Menurut A angka ini adalah 6 dan
itu suatu kebenaran yang nyata di mata A. Dan menurut B angka ini adalah 9 dan
itu merupakan suatu kebenaran yang nyata di mata B. Walaupun A mengeluarkan
berbagai alasan untuk menyalahkan B angka yang B lihat tetaplah 9, tidak
mungkin menjadi 6 begitu pun sebaliknya. Tetapi kebenaran mereka adalah
kebenaran subjektive yang hanya dilihat dari satu sisi saja, sedangkan
kebenaran objektive seperti apa?
Kebenaran objektive adalah kebenaran yang
dilihat dari samping (antara A dan B) atau dari dua sisi tersebut?! Oh… kalau
dari kanan ini angka 6 dan kalau di lihat dari kiri ini menjadi angka 9, itulah
sebenarnya kebenaran objektive yang harus menjadi landasan berpikir seorang
manusia yang memiliki kedewasaan berpikir.
Filsafat
yang objektive sangatlah berguna bagi proses pendewasaan berfilsafat. Baik
dalam memahami sesuatu yang mikro ataupun
memahami sesuatu yang makro. Karena kehidupan ini harus di pahami dari banyak
sisi, tidak bisa kita menyimpulkan suatu kebenaran hanya dari satu sisi saja.
Tetapi perlu banyak pemahaman hingga kita dapat mengetahui peta permasalahan
yang terjadi dari hal yang sifatnya pribadi hingga hal-hal yang sifatnya umum
dan universal.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar