Sabtu, 24 Desember 2016

Dunia social


Dalam dunia sosial, orang dapat begitu saja terlarut di dalam publik, kerumunan, dan sistem sosial, sehingga lupa pada pencarian identitas dan otentisitas hidupnya. Negara yang menghomogenisasi rakyatnya dari sudut agama maupun etnik, atau lingkungan kerja otoriter, yang menuntut kesetiaan total dari seorang individu, merupakan musuh bagi identitas serta otentisitas hidup seseorang. Resiko yang dapat muncul jika orang hidup di lingkungan seperti itu adalah kehilangan jati diri. Jika sudah seperti itu, orang tidak lagi memiliki keberanian untuk menyatakan siapa dirinya, dan apa yang dipikirkannya. Bahkan, individu-individu yang sudah hidup terlarut di dalam ayunan sistem dapat dengan mudah mengidentifikasikan dirinya dengan sistem tersebut.
Mungkin, manusia memang lebih senang hidup terlarut dalam sistem, daripada menyatakan siapa dirinya. Di dalam sistem, individu tidak pernah kesepian, ia selalu berada bersama rekan yang lain, sehingga ia tak perlu berjuang sendiri melawan arus. Ia akan selamat hanya dengan mengikuti saja arus yang mengalir. Tentu saja, ia tidak akan peduli jika hidup yang dihayati hanya begitu-begitu saja, tanpa gairah untuk menghidupinya.
Hidup begitu saja memang mudah. Akan tetapi, hidup dalam kesadaran yang otentik akan eksistensinya yang khas sebagai manusia itulah yang paling sulit. Menurut Kierkegaard, salah seorang filsuf eksistensialis, manusia adalah pengada yang memiliki kesadaran, bukan saja terhadap apa yang ada di sekitarnya, melainkan juga kesadaran atas diri dan eksistensinya sendiri. Dengan kata lain, manusia memiliki kemampuan untuk melampaui segala bentuk hasrat-hasrat spontan, yang seringkali mendikte dirinya. Kesadaran dan refleksi akan memberi kesempatan kepada manusia untuk mengatur, dan memproyeksikan hidupnya ke masa depan. Kesadaran, dengan demikian, menjadi basis bagi kebebasan manusia untuk menentukan hidupnya dan menjadi dirinya sendiri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar