KONSEP hasthabrata
muncul dalam cerita pewayangan Jawa dengan lakon 'Iwahyu Makutharama'
yang mengisahkan tentang pemberian wejangan (fatwa) seorang Pandita bernama
Wiswamitra yang ditujukan kepada Sri Rama yang akan dinobatkan menjadi raja
menggantikan ayahandanya.
Konon, ajaran
hasthabrata tersebut selalu dipedomani untuk dijadikan fatwa terhadapputra
mahkota yang akan dinobatkan menjadi raja-raja Jawa. Hasthabrata terdiri dari
kata hastha yang berarti delapan dan kata brata yang berarti sifat baik.
Brata yang
pertama adalah SURYA yang berarti matahari. Sifat menerangi yang
dimiliki oleh matahari dalam bahasa jawa dimaknai sebagai 'gawe pepadang
marang ruwet rentenging liyan' yang berarti harus mampu membantu mengatasi
kesulitan atau memecahkan problem-problem yang dihadapi oleh anak buahnya.
Brata yang
kedua adalah BAWANA yang berarti bumi. Bumi diibaratkan sebagai ibu
pertiwi. Sebagai ibu pertiwi, bumi memiliki peran sebagai ibu, yang memiliki
sifat keibuan, yang harus memelihara dan menjadi pengasuh, pemomong, dan
pengayom bagi makhluk yang hidup di bumi. Implementasinya adalah kalau sanggup
menjadi pemimpin harus mampu mengayomidan melindungi anak buahnya.
Brata yang
ketiga adalah CANDRA yang berarti bulan. Implementasinya bagi pemimpin
ialah pemimpin dalam memperlakukan anak buahnya harus dilandasi oleh
aspek-aspek sosio-emosional. Pemimpin harus memperhatikan harkat dan mertabat
pengikutnya sebagai sesama. Terhadap pengikutnya harus menghormati sebagai
sesama manusia. Dalam konsep Jawa hal ini disebut 'nguwongke'.
Brata keempat
adalah KARTIKA yang berarti bintang. Bintang dapat menggambarkan
dambaan cita-cita, tumpuan harapan, sumber inspirasi. Seorang pemimpin harus
memiliki cita-cita yang tinggi, berpandangan jauh kedepan, pemberi arah, sumber
inspirasi, dan tumpuan harapan.
Brata yang
kelima adalah TIRTA yang berarti air. Seorang pemimpin harus mempunyai
kemampuan untuk menyesuaikan diri dengan siapapun termasuk pengikutnya
(adaptif). Air selalu mengalir ke bawah, artinya pemimpin harus memperhatikan
potensi, kebutuhan dan kepentingan pengikutnya, bukan mengikuti kebutuhan
atasannya.
Brata yang
keenam adalah MARUTA, yang berarti angin. Secara alami angin memiliki
sifat menyejukkan, angin membuat segar bagi orang yang kepanasan. Angin
sifatnya sangat lembut. Seorang pemimpin harus bisa membuat suasana
kepemimpinan sejuk, harmonis, dan menyegarkan.
Brata yang
ketujuh adalah DAHANA, yang berarti api. Secara alami, api memiliki
sifat panas, dan dapat membakar. Seorang pemimpim memiliki sifat pembakar
semangat, pengobar semangat, dan memiliki peran sebagai motivator dan inovator
bagi pengikutnya.
Brata yang
kedelapan adalah SAMODRA, yang berarti lautan atau samudra. Pemimpin
harus memiliki wawasan yang luas dan dalam, seluas dan sedalam samudra. Samudra
juga bersifat menampung seluruh air dan benda-benda yang mengalir kearah laut.
Seorang pemimpin harus memiliki sifat menampung semua kebutuhan, kepentingan,
dan isi hati dari pengikutnya, serta pemimpin harus bersifat aspiratif.
Dalam teori
kepemimpinan yang lain ada beberapa filsafat lagi yang banyak dipakai, agar
setiap pemimpin (Khususnya dari Jawa) memiliki sikap yang tenang dan wibawa
agar masyarakatnya dapat hidup tenang dalam menjalankan aktifitasnya seperti
falsafah: Ojo gumunan, ojo kagetan lan ojo dumeh.
Maksudnya,
sebagai pemimpin janganlah terlalu terheran-heran (gumun) terhadap
sesuatu yang baru (walau sebenarnya amat sangat heran), tidak menunjukkan sikap
kaget jika ada hal-hal diluar dugaan dan tidak boleh sombong (dumeh) dan
aji mumpung sewaktu menjadi seorang pemimpin.Intinya falsafah ini mengajarkan
tentang menjaga sikap dan emosi bagi semua orang terutama seorang pemimpin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar