Kita hidup di dalam masyarakat yang
penuh dengan omong kosong. Berita-berita di media dipelintir untuk mencipakan
sensasi dan kegelisahan sosial di masyarakat. Dengan begitu, stasiun televisi
lalu mendapatkan pemasukan iklan yang lebih besar. Iklan dan berbagai
propaganda bohong lainnya juga memenuhi jaringan sosial kita.
Akibatnya, kita tidak bisa
membedakan antara kenyataan dan penipuan. Pikiran kita tertipu oleh fitnah dan
propaganda di berbagai media. Uang kita juga habis, karena sering salah ambil
keputusan, akibat kurangnya informasi yang akurat. Waktu dan tenaga kita pun
terbuang percuma untuk hal-hal yang tidak penting.
Di sisi lain, keluarga dan
orang-orang yang kita sayangi terabaikan. Kita sibuk mengejar omong kosong, dan
melupakan apa yang sungguh penting dalam hidup. Hidup kita tersesat, namun
seringkali kita tidak menyadarinya. Pada akhirnya, kita pun menderita, dan
membuat orang-orang di sekitar kita menderita.
Omong Kosong
Omong kosong adalah kebohongan yang
dibungkus dengan cara-cara tertentu, sehingga ia tampak sebagai benar. Omong
kosong diciptakan dan disebar untuk memenuhi kepentingan pihak-pihak tertentu.
Di Indonesia sekarang ini, ada dua kepentingan yang secara langsung ditopang
oleh omong kosong ini, yakni fanatisme agama dan konsumtivisme ekonomi.
Keduanya mengakar begitu dalam dan tersebar begitu luas di Indonesia.
Agama di Indonesia, dan mungkin di
seluruh dunia, menyebarkan begitu banyak omong kosong, sehingga menutupi pesan
luhur dan sejati agama tersebut. Omong kosong ini lalu menciptakan fanatisme
yang akhirnya berujung pada kekerasan. Omong kosong ini juga menciptakan
pembodohan di berbagai bidang, mulai dari larangan untuk sekolah, sampai dengan
penindasan pada kaum perempuan. Omong kosong ini juga sejatinya melestarikan
tata masyarakat feodal yang menguntungkan segelintir kecil orang, dan merugikan
masyarakat secara luas.
Omong kosong juga tersebar begitu
luas di bidang ekonomi. Orang dirayu untuk terus membeli barang yang ia tidak
perlu, walaupun uangnya terbatas untuk melakukan itu. Akibatnya, banyak orang
hanya hidup untuk bekerja, menabung dan membeli barang-barang lebih banyak
lagi. Mereka kehilangan kepedulian pada kehidupan bersama, dan berubah menjadi
robot-robot bodoh yang doyan berbelanja.
Yang juga menyedihkan, institusi
pendidikan juga banyak menyebar omong kosong. Mereka membalut segala bentuk
omong kosong dengan penelitian (yang juga omong kosong), sehingga tampak ilmiah
dan bisa dipercaya oleh masyarakat. Milyaran rupiah dikeluarkan untuk membiayai
penelitian omong kosong untuk menopang omong kosong pula. Pendidikan berubah
menjadi pembodohan dan pusat penelitian berubah menjadi pusat omong kosong.
Anti Omong Kosong
Dengan demikian, kita semua perlu
belajar untuk mendeteksi omong kosong di sekitar kita. Kita perlu melihat
kotoran sebagai kotoran, dan bukan sebagai makanan enak. Kita perlu berhenti
untuk menelan mentah-mentah omong kosong yang disebarkan oleh agama dan
ekonomi. Kita perlu kembali ke pesan asali agama dan ekonomi, yakni untuk
kesejahteraan batin dan kesejateraan sosial.
Dua hal kiranya penting disini.
Pemikiran kritis yang ditawarkan filsafat amat berguna untuk mendeteksi segala
bentuk omong kosong di sekitar kita. Filsafat kritis perlu diajarkan secara
luas di masyarakat. Filsafat tidak boleh diajarkan sebagai dogma untuk
membenarkan ajaran agama tertentu, seperti yang banyak terjadi di Indonesia,
dan berbagai negara lainnya.
Namun, filsafat kritis harus juga
diimbangi dengan pemikiran Zen yang berkembang di dalam Filsafat Timur. Zen mengajarkan
orang untuk menyadari jati diri sejatinya, yang lebih dari sekedar pikiran
maupun emosi yang muncul di kepalanya. Dengan kata lain, Zen mengajak orang
untuk menjaga jarak dari pikirannya sendiri. Ini amat penting, sehingga orang
tidak larut dan tenggelam di dalam pikiran kritisnya.
Hanya dengan begini, kita bisa
terlindungi dari beragam omong kosong di masyarakat kita, dan tidak terjebak
pada omong kosong di kepala kita sendiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar