Setiap orang pasti pernah pacaran, setidaknya sekali dalam
hidupnya. Setiap suami pasti pacaran dulu dengan calon istrinya. Setelah
mantap, baru mereka menikah. Kalo tidak mantap, yah putus, dan cari pacar lagi.
Saya juga yakin, anda pasti pernah pacaran sebelumnya. Ya kan?
Setiap orang juga tahu, bahwa komponen terpenting dari
pacaran adalah cinta. Ya, cinta! Namun, banyak orang kesulitan, ketika diminta
menjelaskan, apa itu cinta? Ratusan pemikir dan ilmuwan mencoba mendefinisikan
arti kata itu. Namun, tak ada yang sungguh bisa menjelaskannya. Atau,
jangan-jangan cinta itu hanya bisa dirasa, tapi tak bisa dijelaskan dengan
kata-kata? Bagaimana menurut anda?
Yang saya tahu, cinta itu punya enam komponen. Anggaplah
saya punya teori sendiri tentang cinta, semacam filsafat cinta. Enam komponen
itu adalah hasrat, kehadiran, komitmen, akal budi, berkembang, dan paradoks.
Bingung? Tenang.. saya akan jelaskan satu per satu.
Hasrat
Komponen pertama dari cinta, menurut saya, adalah hasrat.
Hasrat adalah keinginan yang membakar hati, dan mendorong kita untuk bertindak.
Hasrat adalah sumber dari dorongan hidup manusia, yang membuat kita bangun di
pagi hari, dan mulai melakukan aktivitas. Pada saat ini, saya yakin, anda
sedang berhasrat untuk membaca tulisan saya. Iya kan? Hayoo ngaku…
Sekitar 50 tahun yang lalu, Jacques Lacan, seorang pemikir
asal Prancis, pernah menulis, bahwa manusia adalah mahluk yang berlubang. Hah,
berlubang? Bukan berlubang secara fisik, tetapi ia memiliki lubang dalam
jiwanya yang terus menuntut untuk diisi. Isinya bisa macam-macam, mulai diisi
dengan barang-barang mewah, teman, keluarga, cinta, dan sebagainya. Apakah anda
punya lubang semacam itu di hati anda?
Pada hemat saya, Lacan betul. Saya sendiri merasakannya.
Bagi saya, lubang dalam jiwa itu adalah sumber dari segala hasrat manusia.
Artinya, keinginan dan dorongan hidup manusia berakar pada upaya manusia untuk
mengisi lubang yang ada di dalam jiwanya. Saya menyebutnya sebagai “rumah
hasrat”. Menarik bukan?
Kehadiran
Komponen kedua, menurut saya, adalah kehadiran. Cinta itu
butuh kehadiran, baik kehadiran fisik, maupun kehadiran hati. Orang yang
mencintai harus “hadir” dengan seluruh dirinya untuk yang dicintai, untuk
menemani, membantu, dan berjalan bersama dengan orang yang dicintainya.
Komitmen
Komponen ketiga dari cinta, menurut saya, adalah komitmen.
Komitmen adalah kesetiaan pada janji. Bukan hanya setia, tetapi janji itu
dijalankan, ditepati, sampai sedetil-detilnya, dan jangan ditawar-tawar, kalau
sudah disepakati.
Pokoknya, cinta itu harus diikat dengan komitmen, baru
sungguh menjadi cinta sejati yang menjadi penguat kehidupan, dan sumber
kebahagiaan. Cinta tanpa komitmen itu seperti sambal tanpa cabe, artinya yah
bukan sambal sama sekali. Ga ada gunanya. Masing-masing cuma menipu diri. Kita
tidak hanya menipu orang lain, dengan mengaku mencintai dia, tetapi juga menipu
diri sendiri.
Akal
Budi
Cinta juga harus pake akal. Jangan mencintai secara
gila-gilaan, sehingga ditipu pun tidak sadar. Orang yang mencintai juga harus
tahu batas, kapan dia bisa memanjakan kekasihnya, memarahinya, atau
meninggalkannya. Cinta tidak boleh buta. Duh.. hari gini, tetap saja masih ada
orang yang mencintai secara buta, sehingga semuanya dikorbankan, termasuk uang,
keluarga, dan sebagainya. Jangan jadi seperti itu ya…
Saya pernah punya teman perempuan. Ia amat mencintai
suaminya. Apapun keinginan suaminya pasti dituruti. Gaya hidup mereka mewah,
sementara pendapatan tak seberapa. Ketika situasi keuangan menurun, hubungan
mereka krisis, dan pecah. Teman saya amat sedih dan patah hati. Ternyata,
suaminya hanya mau dimanja, tetapi tidak mau hidup sulit bersamanya.
Saya juga dibilang sok-sok rasional. Itu sih tidak masalah,
karena memang prinsip saya tetap sama, yakni pacaran dan cinta pun harus
menggunakan akal. Jangan sampai kita diperas, karena cinta. Jangan sampai kita
ditipu, karena cinta. Cinta tidak boleh membuat mata kita gelap dari kenyataan.
Berkembang
Cinta sejati itu mengembangkan. Saya setuju dengan prinsip
ini. Orang yang saling mencintai ingin pasangannya lebih baik, lebih pintar,
lebih bijak. Hubungan mereka menjadi dasar untuk mengembangkan diri seutuhnya.
Setuju?
Namun, ada kalanya upaya mengembangkan diri itu mengancam
hubungan. Misalnya, istri dapat promosi di luar kota, dan harus meninggalkan
keluarganya. Sementara, si suami merasa, bahwa urusan di rumah terlalu banyak
untuk diurusnya sendiri, maka ia tidak setuju dengan rencana itu. Lalu
bagaimana?
Saya rasa, tidak ada rumus universal untuk masalah itu. Yang
perlu diperhatikan adalah prinsip berikut, semua keputusan yang dibuat harus
didasarkan pada pembicaraan yang matang, egaliter, dan bebas dominasi antara
semua pihak, yang nantinya terkena dampak dari keputusan itu. Proses ini
menjamin, bahwa keputusan yang dibuat itu adil untuk semua pihak. Setujukah
anda?
Berkembang juga harus tahu batas. Jangan sampai perkembangan
diri justru malah menghancurkan hubungan. Percayalah, kesuksesan tidak ada
artinya, kalau anda tidak punya orang yang bisa diajak untuk berbagi kesuksesan
itu. Kebahagiaan itu bersifat sosial, dan tidak pernah bersifat semata
individual. Orang yang paling berbahagia di dunia ini adalah orang yang paling
banyak berbagi. Percaya tidak?
Paradoks
Esensi terdalam cinta, menurut saya, adalah paradoks. Paradoks
itu artinya dua hal yang bertentangan, namun bisa menyatu, dan menciptakan
sesuatu. Misalnya, anak itu sekaligus benci dan cinta pada ayahnya, atau orang
itu sekaligus lembut dan keras pada saat bersamaan. Intinya, dua hal yang
bertentangan justru bisa menyatu secara harmonis. Semoga anda tidak bingung
ya..
Cinta pun juga paradoks. Di dalamnya, orang bisa merasakan
benci dan sayang pada waktu yang sama. Cinta juga bisa bertahan, jika orang
tidak terlalu mengikat pasangannya. Justru dengan melepas orang yang disayangi,
maka cinta akan bertumbuh. Sebaliknya, dengan diikat, orang yang dicintai
justru akan pergi.
Kalau kata orang dulu, mencintai itu seperti menggengam
pasir. Semakin kita kuat menggengam, semakin cinta itu jatuh. Sebaliknya, jika
kita menggenggam dengan santai, maka pasir/cinta itu akan tetap di tangan kita.
Jadi, cinta itu memang mirip pasir. Pasir adalah bahan dasar bangunan material,
sementara cinta adalah bahan dasar bangunan spiritual.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar