Sebagaimana
dengan bidang-bidang ilmu lainnya filsafat ilmu juga memiliki objek material
dan objek formal tersendiri.
1. Surajiyo
(2008- 7-9) menyatakan objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu
penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti
mempunyai objek, yang dibedakan menjadi dua yaitu objek material dan objek
formal:
a. Objek
material
Objek material
adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu, atau objek
yang dipelajari suatu ilmu. Objek material filsafat ilmu adalah ilmu
pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan telah disusun secara sistematis
dengan metode ilmiah tertentu sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya
secara objektif.
b. Objek
Formal
Objek formal
adalah sudut pandang yang menyeluruh secara umum sehingga dapat mencapai
hakikat dari objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah esensi dari
ilmu pengetahuan. Artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap
problem mendasar ilmu pengetahuan seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya?
Bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan bagi
manusia? Problem inilah yang dibahas dalam landasan pengembangan ilmu
pengetahuan yaitu landasan ontologism, epistemologis, dan aksiologis.
2. Kuntjojo
(2009: 6) memberikan pembagian objek filsafat menjadi dua bagian yaitu sebagi
berikut.
a. Objek
material
Objek material
filsafat adalah segala sesuatu yang ada, yang meliputi:
1. Ada
dalam kenyataan
2. Ada
dalam pikiran
3. Ada
dalam kemungkinan
b. Objek
formal
Objek formal
dalam filsafat adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada.
Metode
Filsafat
Menurut Anton Baker
(Surajiyo, 2009: 9) kata metode berasal dari kata yunani methoodos sambungan
kata Meta (ialah menuju, melalui, mengikuti sesudah) dan kata benda hodos (ialah
jalan, perjalanan, cara, arah). Kata methoodos sendiri lalu berarti penelitian,
metode ilmiah, uraian ilmiah, sementara kata metode ialah cara bertindak
menurut sistem aturan tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa jumlah metode
filsafat hampir sama banyaknya dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli
dan filsuf sendiri. Menurut Surajiyo (2009: 9) metode adalah alat pendekatan
untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri.
Metode-metode filsafat itu adalah:
1. Metode
kritis: Socrates, Plato
Bersifat analisis
istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika yang menjelaskan keyakinan, dan
memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan,
membersihkan, menyisihkan, dan menolak, akhirnya menemukan hakikat.
2. Metode
Intuitif: Plotinus, Bergson
Dengan jalan
introspeksi intuitif, dan dengan pemakaian symbol-simbol diusahakan pembersihan
intelektual (bersama dengan persucian moral), sehingga tercapai suatu
penerangan pikiran. Bergson: dengan jalan pembaruan antara kesadaran dan proses
perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3. Metode
Skoalstik: Aristoteles, Thomas Aquinas, Filsafat abad Pertengahan
Bersifat
sintetis-deduktif. Dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau
prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan-kesimpulan.
4. Metode
Geometris: Rene Descartes dan Pengikutnya
Hanya analisis mengenai
hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat-hakikat “sederhana” (ide terang dan
berbeda dari yang lain); dari hakikat-hakikat itu dideduksikan secara matematis
segala pengertian lainnya.
5. Metode
Empiris: Hobbes, Locke, Barkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah
menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide) dalam introspeksi
dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian disusun bersama
secara geometris.
6. Metode
Transdental: Immanuel Kant, Neo-Skolastik
Bertitik tolak dari
tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat
apriori bagi pengerian sedemikian.
7. Metode
Fenomenologis: Husserl, Eksistensialisme
Dengan jalan beberapa
pemotongan sistematis (reduction), refleksi atau fenomin dalam kesadaran
mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.
8. Metode
Dialektis: Hegel, Karl Marx
Dengan jalan mengikuti
dinamik pikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis, antithesis, sintesis
dicapai melalui hakikat kenyataan.
9. Metode
Neo-positivistis
Kenyataan dipahami
menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku
pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10. Metode
Analitika Bahasa: Wittgenstein
Dengan jalan analisa
pemakaian bahasa sehari-hari, ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan
filosofis. (Anton Bakker, 1984, hlm. 21-22).
Ada
beberapa pandangan mengenai metode filsafat:
1. Louis
O. Kattsoff (2004: 18-22)
Seorang filsuf dalan
upaya melakukan suatu perenungan untuk menyusun sebuah bagan konsepsional, maka
yang dilakukan adalah berusaha memperoleh makna istilah dengan cara melakukan
analisa terhadap istilah tersebut. Selain itu ia berusaha mengumpulkan hasil
penyelidikannya ked lama sintesa sehingga disimpulkan metode yang digunakan
adalah:
a. Analisa
(perincian), berupa pemeriksaan konsepsional atas makna yang dikandung oleh
istilah yang digunakan dan pernyataan yang dibuat.
b. Sintesa
(pengumpulan), mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk
menyusun suatu pandangan dunia.
2. Atang
Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, metode filsafat terdiri dari: (2008: 29)
a. Deduksi
b. Induksi
c. Dialektika
Referensi:
Irawan, Benny. 2011. FILSAFAT ILMU. Bandung: Alfabeta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar