Senin, 14 November 2016

Objek Filsafat

Sebagaimana dengan bidang-bidang ilmu lainnya filsafat ilmu juga memiliki objek material dan objek formal tersendiri.
1.      Surajiyo (2008- 7-9) menyatakan objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari suatu penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek, yang dibedakan menjadi dua yaitu objek material dan objek formal:
a.       Objek material
Objek material adalah objek yang dijadikan sasaran penyelidikan oleh suatu ilmu, atau objek yang dipelajari suatu ilmu. Objek material filsafat ilmu adalah ilmu pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan telah disusun secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu sehingga dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya secara objektif.
b.      Objek Formal
Objek formal adalah sudut pandang yang menyeluruh secara umum sehingga dapat mencapai hakikat dari objek materialnya. Objek formal filsafat ilmu adalah esensi dari ilmu pengetahuan. Artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan seperti apa hakikat ilmu itu sesungguhnya? Bagaimana cara memperoleh kebenaran ilmiah? Apa fungsi ilmu pengetahuan bagi manusia? Problem inilah yang dibahas dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yaitu landasan ontologism, epistemologis, dan aksiologis.
2.      Kuntjojo (2009: 6) memberikan pembagian objek filsafat menjadi dua bagian yaitu sebagi berikut.
a.       Objek material
Objek material filsafat adalah segala sesuatu yang ada, yang meliputi:
1.      Ada dalam kenyataan
2.      Ada dalam pikiran
3.      Ada dalam kemungkinan
b.      Objek formal
Objek formal dalam filsafat adalah hakikat dari segala sesuatu yang ada.

Metode Filsafat
Menurut Anton Baker (Surajiyo, 2009: 9) kata metode berasal dari kata yunani methoodos sambungan kata Meta (ialah menuju, melalui, mengikuti sesudah) dan kata benda hodos (ialah jalan, perjalanan, cara, arah). Kata methoodos sendiri lalu berarti penelitian, metode ilmiah, uraian ilmiah, sementara kata metode ialah cara bertindak menurut sistem aturan tertentu. Lebih lanjut dikatakan bahwa jumlah metode filsafat hampir sama banyaknya dengan definisi yang dikemukakan oleh para ahli dan filsuf sendiri. Menurut Surajiyo (2009: 9) metode adalah alat pendekatan untuk mencapai hakikat sesuai dengan corak pandangan filsuf itu sendiri. Metode-metode filsafat itu adalah:
1.      Metode kritis: Socrates, Plato
Bersifat analisis istilah dan pendapat. Merupakan hermeneutika yang menjelaskan keyakinan, dan memperlihatkan pertentangan. Dengan jalan bertanya (berdialog), membedakan, membersihkan, menyisihkan, dan menolak, akhirnya menemukan hakikat.
2.      Metode Intuitif: Plotinus, Bergson
Dengan jalan introspeksi intuitif, dan dengan pemakaian symbol-simbol diusahakan pembersihan intelektual (bersama dengan persucian moral), sehingga tercapai suatu penerangan pikiran. Bergson: dengan jalan pembaruan antara kesadaran dan proses perubahan, tercapai pemahaman langsung mengenai kenyataan.
3.      Metode Skoalstik: Aristoteles, Thomas Aquinas, Filsafat abad Pertengahan
Bersifat sintetis-deduktif. Dengan bertitik tolak dari definisi-definisi atau prinsip-prinsip yang jelas dengan sendirinya, ditarik kesimpulan-kesimpulan.
4.      Metode Geometris: Rene Descartes dan Pengikutnya
Hanya analisis mengenai hal kompleks, dicapai intuisi akan hakikat-hakikat “sederhana” (ide terang dan berbeda dari yang lain); dari hakikat-hakikat itu dideduksikan secara matematis segala pengertian lainnya.
5.      Metode Empiris: Hobbes, Locke, Barkeley, David Hume
Hanya pengalamanlah menyajikan pengertian benar, maka semua pengertian (ide-ide) dalam introspeksi dibandingkan dengan cerapan-cerapan (impresi) dan kemudian disusun bersama secara geometris.
6.      Metode Transdental: Immanuel Kant, Neo-Skolastik
Bertitik tolak dari tepatnya pengertian tertentu, dengan jalan analisis diselidiki syarat-syarat apriori bagi pengerian sedemikian.
7.      Metode Fenomenologis: Husserl, Eksistensialisme
Dengan jalan beberapa pemotongan sistematis (reduction), refleksi atau fenomin dalam kesadaran mencapai penglihatan hakikat-hakikat murni.
8.      Metode Dialektis: Hegel, Karl Marx
Dengan jalan mengikuti dinamik pikiran atau alam sendiri, menurut triade tesis, antithesis, sintesis dicapai melalui hakikat kenyataan.
9.      Metode Neo-positivistis
Kenyataan dipahami menurut hakikatnya dengan jalan mempergunakan aturan-aturan seperti berlaku pada ilmu pengetahuan positif (eksakta).
10.  Metode Analitika Bahasa: Wittgenstein
Dengan jalan analisa pemakaian bahasa sehari-hari, ditentukan sah atau tidaknya ucapan-ucapan filosofis. (Anton Bakker, 1984, hlm. 21-22).

Ada beberapa pandangan mengenai metode filsafat:
1.      Louis O. Kattsoff (2004: 18-22)
Seorang filsuf dalan upaya melakukan suatu perenungan untuk menyusun sebuah bagan konsepsional, maka yang dilakukan adalah berusaha memperoleh makna istilah dengan cara melakukan analisa terhadap istilah tersebut. Selain itu ia berusaha mengumpulkan hasil penyelidikannya ked lama sintesa sehingga disimpulkan metode yang digunakan adalah:
a.     Analisa (perincian), berupa pemeriksaan konsepsional atas makna yang dikandung oleh istilah yang digunakan dan pernyataan yang dibuat.
b.    Sintesa (pengumpulan), mengumpulkan semua pengetahuan yang dapat diperoleh untuk menyusun suatu pandangan dunia.
2.      Atang Abdul Hakim dan Beni Ahmad Saebani, metode filsafat terdiri dari: (2008: 29)
a.     Deduksi
b.    Induksi
c.     Dialektika

Referensi: Irawan, Benny. 2011. FILSAFAT ILMU. Bandung: Alfabeta.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar